Minggu, 25 April 2021

➡ Definisi


 Pendidikan menjadi ujung tombak bagi suatu bangsa. Mengapa begitu?  Karena tranformasi suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang baik dan terstruktur. Karena Pendidikan menjadi proses arah perubahan  Knowledge, skill dan attitude bagi suatu warga negara dalam menyongsong masa depan ke arah yang lebih baik.

📖 Secara epistimologis

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1).

Kewarganegaraan berkenaan dengan warga negara, dalam istilah bahasa Inggris berkenaan dengan citizen, citizenship dan citizenship education.

A citizen was defined as a ‘constituent member of society’. Citizenship on the other hand, was said to be a set of characteristics of being a citizen’. And finally, citizenship education the underlying focal point of a study, was defined as ‘the contribution of education to the development of those charateristics of a citizen.

📖 Secara yuridis

Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. (Undang-Undang RI No.12 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat 2)

  Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. (Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003, Penjelasan Pasal 37)

📖 Secara teoretis

Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

dalam mengarahkan untuk menanamkan rasa nasionalisme dan nilai-nilai moral bangsa bagi pelajar sejak dini. Maka pendidikan kewarnegaraan menjadi patokan dalam menjalankan kewajiban dan memperoleh hak sebagai warga negara, demi kejayaan dan kemuliaan bangsa.

➡ Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan 

Pendidikan kewarnegaraan merupakan Pendidikan yang sentral akan meningkatkan jiwa, moral serta menjadi Pedoman bagi setiap bangsa agar terhindar dari perilaku menyimpang yang akan syarat pengaruh luar di zaman globalisasi modern ini.

Berdasarkan :

✔ Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37
Ayat (1) huruf b “kurikulum 8 pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan kewarganegaraan”

Ayat (2) huruf b “kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan kewarganegaraan” 

✔ UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi 
“nama mata kuliah kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib”. 
“mata kuliah kewarganegaraan adalah pendidikan yang mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Pendidikan kewarnegaraan menjadi pendidikan yang wajib sebagai arahan dan patokan untuk menjadi bangsa yang berkarakter akan bangsanya sendiri. Maka dari itu Pendidikan kewarganegaraan bukan hanya dari kelas dasar, menengah maupun tinggi tetapi juga menjadi pendidikan yang ditanamkan sejak dini agar mengetahui sejarah perjuangan rakyat indonesia dalam memperjuangkan bangsa yang rela mengorbankan tumpah darahnya melawan rezim kejinya bangsa penjajah.


Menurut (Nurwardani,dkk.,2016) Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pengertian tersebut sebagai bangsa indonesia harus memaknai arti Pendidikan kewarganegaraan sebagai revolusi dalam kehidupan demokrasi dalam menyongsong masa depan berdasarkan Pancasila yang merupakan satu dasar yang benar - benar dinamis serta satu dasar yang dapat menghimpun segenap rakyat yang rela mengorbankan tumpah darahnya yang bukan saja mencetuskan revolusi tetapi juga mengakhiri revolusi ini dengan baik.

Istilah lain pendidikan kewarganegaraan menurut (Winataputra, 2006 dan Sapriya, 2013) yaitu sebagai berikut :


✔ Pendidikan Kewarganegaraan (Indonesia)
 
✔ Civics, Civic Education (USA) 

✔ Citizenship Education (UK) 

✔ Ta’limatul Muwwatanah, Tarbiyatul Watoniyah (Timteng) 

✔ Education Civicas (Mexico) 

✔ Sachunterricht (Jerman) 

✔ Civics, Social Studies (Australia) 

✔ Social Studies (USA, New Zealand) 

✔ Life Orientation (Afrika Selatan) 

✔ People and Society (Hongaria) 

✔ Civics and Moral Education (Singapore) 

✔ Obscesvovedinie (Rusia) 

✔ Pendidikan Sivik (Malaysia) 

✔ Fuqarolik Jamiyati (Uzbekistan) 

✔ Grajdanskiy Obrazavanie (Russian-Uzbekistan)

Adanya sejumlah istilah yang digunakan di sejumlah negara menunjukkan 
bahwa setiap negara menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan 
meskipun dengan istilah yang beragam




Setelah kegiatan menelusuri konsep PKn, tentu Anda menemukan persoalan dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab lebih lanjut. Misalnya, setelah Anda melakukan penelusuran istilah civic/citizenship education di negara lain, apakah Anda yakin bahwa setiap negara memiliki pendidikan kewarganegaran? Jika yakin, mengapa setiap negara mesti menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan kepada warganya?Pada bagian berikut, Anda akan diajak untuk melakukan refleksi dengan menanyakan alasan mengapa pendidikan kewarganegaraan diperlukan. 

 

Pertanyaannya, mengapa negara, khususnya Indonesia perlu pendidikan 
kewarganegaraan? Apa dampaknya bagi warga negara yang telah belajar PKn? Sejak kapan Indonesia menyelenggarakan pendidikan 10kewarganegaraan? Apakah sejak Indonesia merdeka ataukah sebelum proklamasi kemerdekaan? Coba Anda ajukan pertanyaan lainnya.Mencermati arti dan maksud pendidikan kewarganegaraan sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menekankan pada pembentukan warga negara agar memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, maka muncul pertanyaan bagaimana upaya para pendiri negara dan pemimpin negara membentuk semangat kebangsaan dan cinta tanahair?Setelah Anda menelusuri konsep warga negara dan kawula negara, mungkin Anda juga bertanya atau mempertanyakan, apakah benar Belanda yang memiliki tradisi Barat, yang dikenal Liberal, Egaliter memiliki istilah onderdaan? Pertanyaan ini perlu diajukan mengingat istilah onderdaansedikit kontroversial bila dibawa dan diberlakukan oleh Belanda yang memiliki tradisi Barat.


 

Anda pun perlu mempertanyakan mengapa bangsa Indonesia dan negara 
umumnya perlu pendidikan kewarganegaraan? Secara lebih spesifik, perlukah sarjana atau profesional belajar pendidikan kewarganegaraan? Untuk apakah sarjana atau profesional belajar pendidikan kewarganegaraan?Apabila memperhatikan hasil penelusuran konsep dan urgensi pendidikan kewarganegaraan di atas, terkesan bahwa PKn Indonesia banyak dipengaruhi oleh pendidikan kewarganegaraan dalam tradisi Barat. Apakah benar demikian? Apakah keberadaan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia karena mencontoh negara lain yang sudah lebih dahulu menyelenggarakan? Adakah model pendidikan kewarganegaraan yang asli Indonesia? Bagaimana model yang dapat dikembangkan? Lanjutkan dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sejenis perihal pendidikan kewarganegaraan.

 

Pertanyaan-pertanyaan di atas, bila dirangkum, meliputi tiga pertanyaan 
utama, yakni

 

(1) Apakah sumber historis PKn di Indonesia?;

 

(2) Apakah sumber sosiologis PKn di Indonesia?; dan

 

(3) Apakah sumber politis PKn di 
Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan pokok ini akan dibahas pada subbab 
berikut.

➡ Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia

Pada subbab artikel ini, Anda akan diajak menggali pendidikan kewarganegaraan 
dengan menggali sumber-sumber pendidikan kewarganegaraan di Indonesia baik secara historis, sosiologis, maupun politis yang tumbuh, berkembang, dan berkontribusi dalam pembangunan, serta pencerdasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara hingga dapat disadari bahwa bangsa Indonesia memerlukan pendidikan kewarganegaraan. 

Masih ingatkah sejak kapan Anda mulai mengenal istilah pendidikan kewarganegaraan (PKn)? Bila pertanyaan ini diajukan kepada generasi yang berbeda maka jawabannya akan sangat beragam. Mungkin ada yang tidak mengenal istilah PKn terutama generasi yang mendapat mata pelajaran dalam Kurikulum 1975. 

Mengapa demikian? Karena pada kurikulum 1975 pendidikan kewarganegaraan dimunculkan dengan nama mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila disingkat PMP. Demikian pula bagi generasi tahun 1960 awal, istilah pendidikan kewarganegaraan lebih dikenal Civics. 

Adapun sekarang ini, berdasar Kurikulum 2013, pendidikan kewarganegaraan jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan nama mata pelajaran PPKn. Perguruan tinggi menyelenggarakan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan PendidikanKewarganegaraan.

Untuk memahami pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, pengkajian 
dapat dilakukan secara historis, sosiologis, dan politis. 

Secara historis, pendidikan kewarganegaraan dalam arti substansi telah dimulai jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka. 

Dalam sejarah kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia. Setelah berdiri Boedi Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan lain seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi 
lainnya yang tujuan akhirnya ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. 

Pada tahun 1928, para pemuda yang berasal dari wilayah Nusantara berikrar menyatakan diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa Indonesia.

Pada tahun 1930-an, organisasi kebangsaan baik yang berjuang secara terang-terangan maupun diam-diam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Secara umum, organisasi-organisasi tersebut bergerak dan bertujuan membangun rasa kebangsaan dan mencita-citakan Indonesia merdeka. Indonesia sebagai negara merdeka yang dicita-citakan adalah negara yang mandiri yang lepas dari penjajahan dan ketergantungan terhadap kekuatan asing. Inilah cita-cita yang dapat dikaji dari karya para Pendiri Negara-Bangsa (Soekarno dan Hatta).

Akhirnya Indonesia merdeka setelah melalui perjuangan panjang, pengorbanan jiwa dan raga, pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, melepaskan diri dari 
penjajahan, bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan karena ternyata penjajah belum mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas melepaskan Indonesia sebagai wilayah jajahannya. 

Oleh karena itu, periode pasca kemerdekaan Indonesia, tahun1945 sampai saat ini, bangsa Indonesia telah berusaha mengisi perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui berbagai cara, baik perjuangan fisik maupun diplomatis. Perjuangan mencapai kemerdekaan dari penjajah telah selesai, namun tantangan untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang hakiki belumlah selesai.

Prof. Nina Lubis (2008), seorang sejarawan menyatakan,


“... dahulu, musuh itu jelas: penjajah yang tidak memberikan ruang untuk 
mendapatkan keadilan, kemanusiaan, yang sama bagi warga negara, kini, musuh 
bukan dari luar, tetapi dari dalam negeri sendiri: korupsi yang merajalela, ketidakadilan, pelanggaran HAM, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, 
penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dll.”

Dari penyataan ini tampak bahwa proses perjuangan untuk menjaga eksistensi negara-bangsa, mencapai tujuan nasional sesuai cita-cita para pendiri negara-bangsa (the founding fathers), belumlah selesai bahkan masih panjang. Oleh karena itu, diperlukan adanya proses pendidikan dan pembelajaran bagi warga negara yang dapat memelihara semangat perjuangan kemerdekaan, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air.

PKn pada saat permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak dilakukan 
pada tataran sosial kultural dan dilakukan oleh para pemimpin negara-bangsa. 

Dalam pidato-pidatonya, para pemimpin mengajak seluruh rakyat untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia. Seluruh pemimpin bangsa membakar semangat rakyat untuk mengusir penjajah yang hendak kembali menguasai dan menduduki Indonesia yang telah dinyatakan merdeka. 

Pidato-pidato dan ceramah-ceramah yang dilakukan oleh para pejuang, serta kyai-kyai di pondok pesantren yang mengajak umat berjuang mempertahankan tanah air merupakan PKn dalam dimensi sosial kultural. 

Inilah sumber PKn dari aspek sosiologis. PKn dalam dimensi sosiologis sangat diperlukan oleh masyarakat dan akhirnya negara bangsa untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan eksistensi negara-bangsa.

Upaya pendidikan kewarganegaraan pasca kemerdekaan tahun 1945 belum dilaksanakan di sekolah-sekolah hingga terbitnya buku Civics pertama di Indonesia yang berjudul Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia (Civics) yang disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M. Hoetaoeroek, 
Soeroyo Warsid, Soemardjo, Chalid Rasjidi, Soekarno, dan Mr. J.C.T. Simorangkir. 

Pada cetakan kedua, Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, Prijono (1960), dalam sambutannya menyatakan bahwa :

setelah keluarnya dekrit Presiden kembali kepada UUD 1945 sudah sewajarnya dilakukan pembaharuan pendidikan nasional. Tim Penulis diberi tugas membuat buku pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga negara Indonesia dan sebab-sebab sejarah serta tujuan Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. 


Secara politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana dapat diidentifikasi dari pernyataan Somantri (1972) bahwa 
pada masa Orde Lama mulai dikenal istilah: 

(1) Kewarganegaraan (1957); 

(2) Civics (1962); dan

 (3) Pendidikan Kewargaan Negara (1968). 

Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn membahas cara pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam Civics (1961) lebih banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk "nation and character building” bangsa Indonesia.

Bagaimana sumber politis PKn pada saat Indonesia memasuki era baru, 
yang disebut Orde Baru? Pada awal pemerintahan Orde Baru, Kurikulum 
sekolah yang berlaku dinamakan Kurikulum 1968. Dalam kurikulum tersebut di dalamnya tercantum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara. Dalam mata pelajaran tersebut materi maupun metode yang bersifat indoktrinatif dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode pembelajaran baru yang dikelompokkan menjadiKelompok Pembinaan Jiwa Pancasila, sebagaimana tertera dalam Kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1968 sebagai berikut.

Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila ialah Kelompok segi pendidikan yang terutama ditujukan kepada pembentukan mental dan moral Pancasila serta pengembangan manusia yang sehat dan kuat fisiknya dalam rangka pembinaan Bangsa.

Sebagai alat formil dipergunakan segi pendidikan-pendidikan: Pendidikan Agama, 
Pendidikan Kewargaan Negara, pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan 
Olahraga. Pendidikan Agama diberikan secara intensif sejak dari kelas I sampai
kelas VI dan tidak dapat diganti pendidikan budi pekerti saja.Begitu pula, Pendidikan Kewargaan Negara, yang mencakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi, dan Pengetahuan Kewargaan Negara, selama masa pendidikan yang enam tahun itu diberikan terus menerus. 

Sedangkan Bahasa Indonesia dalam kelompok ini mendapat tempat yang penting sekali, sebagai alat pembina caraberpikir dan kesadaran nasional. Sedangkan Bahasa Daerah digunakan sebagai langkah pertama bagi sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa pengantar sampai kelas III dalam membina jiwa dan moral Pancasila. Olahraga yang berfungsi sebagai pembentuk manusia Indonesia yang sehat rohani dan jasmaninya diberikan secara teratur semenjak anak-anak menduduki bangku sekolah."

Bagaimana dengan Kurikulum Sekolah Menengah? Dalam Kurikulum 1968 
untuk jenjang SMA, mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara 
termasuk dalam kelompok pembina Jiwa Pancasila bersama Pendidikan Agama, bahasa Indonesia dan Pendidikan Olah Raga.

 Mata pelajaran Kewargaan Negara di SMA berintikan: 

(1) Pancasila dan UUD 1945; 
(2) Ketetapan-ketetapan MPRS 1966 dan selanjutnya; dan
 (3) Pengetahuan umum tentang PBB.

Dalam Kurikulum 1968, mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran wajib untuk SMA. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan korelasi, artinya mata pelajaran PKn dikorelasikan dengan mata pelajaran lain, seperti Sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, Hak 
Asasi Manusia, dan Ekonomi, sehingga mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara menjadi lebih hidup, menantang, dan bermakna.

Kurikulum Sekolah tahun l968 akhirnya mengalami perubahan menjadiKurikulum Sekolah Tahun 1975. Nama mata pelajaran pun berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila dengan kajian materi secara khusus yakni menyangkut Pancasila dan UUD 1945 yang dipisahkan dari mata pelajaran sejarah, ilmu bumi, dan ekonomi. Hal-hal yang menyangkut Pancasila dan UUD 1945 berdiri sendiri dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sedangkan gabungan mata pelajaran Sejarah, Ilmu Bumi dan Ekonomi menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (lPS).

Pada masa pemerintahan Orde Baru, mata pelajaran PMP ditujukan untuk membentuk manusia Pancasilais. Tujuan ini bukan hanya tanggung jawab mata pelajaran PMP semata. Sesuai dengan Ketetapan MPR, Pemerintah telah menyatakan bahwa P4 bertujuan membentuk Manusia Indonesia Pancasilais. Pada saat itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) telah mengeluarkan Penjelasan Ringkas tentang Pendidikan Moral Pancasila (Depdikbud, 1982), dan mengemukakan beberapa hal penting sebagai berikut.

“Pendidikan Moral Pancasila (PMP) secara konstitusional mulai dikenal dengan 
adanya TAP MPR No. lV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan 
Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan 
Pancasila (P4). Dengan adanya Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman 
Penghayatan dan Pengamalan Paneasila (P4), maka materi PMP didasarkan pada 
isi P4 tersebut. Oleh karena itu, TAP MPR No. II/ MPR/1978 merupakan penuntun dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara. Selanjutnya TAP MPR No. II/MPR?1978 dijadikanlah sumber, tempat berpijak, isi, dan evaluasi PMP. Dengan demikian, hakikat PMP tiada lain adalah pelaksanaan P4 melalui jalur pendidikan formal.

 Di samping pelaksanaan PMP di sekolah-sekolah, di dalammasyarakat umum giat diadakan usaha pemasyarakatan P4 lewat berbagai penataran. 

“... dalam rangka menyesuaikan Kurikulum 1975 dengan P4 dan GBHN 1978, ...mengusahakan adanya buku pegangan bagi murid dan guru Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ... usaha itu yang telah menghasilkan Buku Paket PMP...."

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: 

(l) P4 merupakan sumber dan tempat berpijak, baik isi maupun cara evaluasi mata pelajaran PMP melalui pembakuan kurikulum 1975; 

(2) melalui Buku Paket PMP untuk semua jenjang pendidikan di sekolah maka Buku Pedoman Pendidikan Kewargaan Negara yang berjudul Manusia dan Masyarakat Barulndonesia (Civics) dinyatakan tidak berlaku lagi; dan

 (3) bahwa P4 tidak hanya diberlakukan untuk sekolah-sekolah tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya melalui berbagai penataran P4.
Sesuai dengan perkembangan iptek dan tuntutan serta kebutuhan masyarakat, kurikulum sekolah mengalami perubahan menjadi Kurikulum 1994. Selanjutnya nama mata pelajaran PMP pun mengalami perubahan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang terutama didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

 Pada ayat 2 undang-undang tersebut dikemukakan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat:

 (1) Pendidikan Pancasila; 
(2) Pendidikan Agama; dan
 (3) Pendidikan Kewarganegaraan.

Pasca Orde Baru sampai saat ini, nama mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kembali mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari dokumen mata pelajaran PKn (2006) menjadi matapelajaran PPKn (2013). Untuk lebih mendalami keduanya, buatlah perbandingan dua dokumen kurikulum tersebut.Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa secara historis, PKn di Indonesia senantiasa mengalami perubahan baik istilah maupun substansi sesuai dengan perkembangan peraturan perundangan, iptek, perubahan masyarakat, dan tantangan global. Secara sosiologis, PKn Indonesia sudah sewajarnya mengalami perubahan mengikuti perubahan yang terjadi dimasyarakat. Secara politis, PKn Indonesia akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perubahan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan,terutama perubahan konstitusi.

 Rangkuman Hakikat dan Pentingnya Pendidikan
Kewarganegaraan

1. Secara etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata 
“pendidikan” dan kata “kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, sedangkankewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.


2. Secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk 
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.


3. Secara terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah segala pendidikan yang berintikan demokrasi politik, diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya:
 pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua. Kesemuanya itudiproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

4. Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena 
setiap generasi adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan agar mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau karakter yang baik dan cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan bermasyarakat, 
berbangsa dan bernegara sesuai dengan demokrasi konstitusional.


5. PKn di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh organisasi pergerakan yang bertujuan untuk membangun rasa kebangsaaan dan cita-cita Indonesia merdeka. 

Secarasosiologis,PKn Indonesia dilakukan pada tataran sosial kultural oleh para pemimpin di masyarakat yang mengajak untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia. 

Secara politis, PKn Indonesia lahir karena tuntutan konstitusi atau UUD 1945 dan sejumlah kebijakan Pemerintah yang berkuasa sesuai dengan masanya.

6. Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.


7. PKn Indonesia untuk masa depan sangatditentukan oleh pandangan 
bangsa Indonesia, eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan bangsa.


Tugas ini untuk Memenuhi tugas terstruktur Mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan yang diampu oleh :


Nunu Muhammad Firdaus  , M.p.d 




Disusun oleh :

 

Nama: Eman Sulaeman 

Kelas: A1

NIM: 20210087 


Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 



DAFTAR PUSTAKA 

Budiardjo, M. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia.

Budimansyah, D (Ed). 2006. Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan
Kewarganegaraan.Bandung:Laboratorium PKN FPIPS UPI.

Budimansyah, D dan Suryadi. K. 2008. PKn dan Masyarakat Multikultural.
Bandung: Prodi PKn, Sekolah Pasca Sarjana UPI.

CICED. 1999. Democratic Citizens in a Civil Society: Report of the Conference on Civic
Education for Civil Society. Bandung: CICED.

Cogan, J dan Derricot, R. 1998. Citizenship for The 21st Century International perspective on Education. London: Kogan Page

Dahl, RA. 1992. On Democracy. New Heaven: Yale University Press.

Departemen Kehakiman Republik Indonesia. 1982. Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.

Dephan. 2008. Buku Putih Pertahanan. Jakarta: Departemen Pertahanan RI Esposito, JL
dan Voll, J.O. .1999. Demokrasi di Negara-Negara Islam: Problem dan 
Propspek. Bandung: Mizan

Feith, H. 1994. “Consitutional Democracy: How did It Function?”, dalam D. Bouchier dan J. 
Legge, eds. Democracy in Indonesia 1950s and 1990s, Monash Papers On
Southeast Asia, No. 31, Center of Southeast Asian Studies, Monash University, 
Victoria, pp. 6-25.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

➡ Definisi   Pendidikan menjadi ujung tombak bagi suatu bangsa. Mengapa begitu?  Karena tranformasi suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas p...